10 November 1945 menjadi hari bersejarah bagi bangsa Indonesia, dimana terjadi pertempuran besar sejak Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Perang besar melibatkan pasukan Indonesia dengan tentara Inggris di Surabaya. Pertempuran Surabaya menjadi salah satu pertempuran terbesar dan terberat dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia, dan menjadi simbol nasional atas perlawanan Indonesia terhadap penjajahan.
Pertempuran ini menjadi simbol semangat membara pejuang dalam mempertahankan keutuhan negara Indonesia. Sehingga, Surabaya ditetapkan sebagai kota pahlawan dan 10 November diperingati sebagai hari pahlawan, sebagai bentuk penghargaan atas jasa dn pengorbanan para pahlawan dan pejuang (sumber: Kemensos RI).
Pada tahun 2021 hari pahlawan diperingati dengan tema “Pahlawanku Inspirasiku” yang dimuat pada situs resmi Kementerian Sosial (Kemensos). Logo hari pahlawan 2021 terdapat unsur bendera merah putih, bambu runcing dan tulisan tema. Makna logo tersebut adalah:
Bendera Merah Putih
Bendera merah putih menjadi simbol dari bangsa dan negara Indonesia yang dulu diperjuangkan oleh para pahlawan. Menjadi warisan yang harus dijaga dengan mewujudkan tujuan bernegara yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Bambu runcing
Merupakan senjata sederhana yang digunakan para pahlawan memperjuangkan kemerdekaan. Senjata ini menjadi simbol keberanian para pahlawan dalam menghadapi penjajahan.
Menolong
Pahlawan adalah orang yang mengorbankan kenyamanan hidupnya agar orang lain bisa mendapatkan kenyamanan seperti dirinya. Pahlawan adalah sosok yang senang dalam menolong orang lain.
Buku
Buku menjadi simbol dari sumber inspirasi generasi masa kini untuk mengetahui kisah heroic dari para pahlawan. Melalui buku generasi sekarang bisa melakukan Napak tilas perjuangan para pahlawan. Buku juga menjadi sumber inspirasi bagi para pahlawan dalam menggagas kebangsaan Indonesia.
Kepalan Tangan
Menjadi simbol keteguhan para pahlawan dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Diharapkan generasi sekarang bisa memiliki keteguhan yang sama dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Peringatan hari pahlawan pada 10 November setiap tahunnya bertujuan untuk mengenang dan menghormati perjuangan para pahlawan dan pejuang dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia, membangun ingatan kolektif untuk kemudian menggerakkan kesadaran masyarakat agar bisa meneladani dan mengimplementasikan nilai-nilai luhur pahlawan dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu peringatan ini juga bertujuan memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang berlandaskan semangat dan nilai kepahlawanan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dan juga meningkatkan rasa cinta dan bangga sebagai bangsa dan negara Indonesia.
Frans Kaisiepo Pahlawan Indonesia dari tanah Papua
Salah satu cara untuk memperingati hari pahlawan adalah mengenal para pejuang dan kisah heroiknya bagi kemerdekaan bangsa Indonesia. Frans Kaisiepo adalah pahlawan Indonesia yang aktif menegakkan eksistensi Republik Indonesia di Papua.
Pahlawan kelahiran 10 Oktober 1921 ini berasal dari daerah Biak, Papua. Frans termasuk salah satu dari beberapa orang elit Papua yang mendapatkan pendidikan dalam masa pertumbuhannya. Frans juga pernah mengikuti sekolah singkat di Papua Bestuur School. Salah satu guru di sekolah tersebut adalah Soegoro Atmoprasodjo yang merupakan salah satu murid di Taman Siswa Ki Hajar Dewantara.
Kursus singkat tersebut menjadi awal mula tumbuhnya rasa nasionalisme Frans terhadap Indonesia. Risalah yang ditulis Kaisiepo yang berjudul Irian Barat pada tahun 1961 yang terlampir pada kumparan news menyebutkan “Kita dididik oleh beliau untuk mendidik anak-anak kita, supaya kita tidak menjadi seorang pegawai Irian, akan tetapi menjadi pemimpin dan pengembala di Irian. Di sendiri adalah pemimpin dan pembina bangsa”.
Frans menjadi salah satu alasan bisa dikibarkannya bendera merah putih di tanah papua untuk pertama kalinya. Tidak hanya itu juga terdengar nyanyian Indonesia Raya dalam sebuah upacara bendera tpat tiga hari sebelum proklamasi pada 17 Agustus 1945.
Frans tetap setia pada Indonesia sampai akhir hayatnya. Dia menjadi satu-satunya wakil Papua pada Konferensi Malino, dan menjadi salah satu penentang yang menolak dengan tegas usulan Belanda untuk mendirikan negara Federasi Indonesia Timur. Kecintaannya terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) juga terlihat dari penolakannya untuk menjadi wakil Belanda untuk wilayah Nugini dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) di Nederland. Hal ini mengakibatkan Frans ditahan sebagai tahanan politik sejak tahun 1954 sampai 1961.
Frans pernah menduduki jabatan Gubernur Papua pada tahun 1964. Selama pemerintahannya, Frans memiliki perenan penting dalam penentuan pendapat rakyat (Pepera) tahun 1969. Dia selalu mengkampanyekan kepada masyarakat Papua untuk memilih Indonesia dibandingkan merdeka dari Indonesia.
Berkat jasa, perjuangan dan kesetiaannya pada Indonesia, pada tahun 1993 Presiden menghadiahkan Frans gelar Pahlawan Nasional. Pada tahun 2016 wajah Frans tercetak pada mata uang rupiah yaitu pada pecahan 10 ribu kertas. Selain itu, untuk mengenang jasanya, nama Frans diabadikan menjadi nama Bandar Udara Frans Kaisiepo di Biak tanah kelahirannya, dan juga disematkan sebagai nama salah satu kapal yaitu KRI Frans Kaisiepo.