Sebagaimana yang kita ketahui, dampak pandemi tidak hanya berpengaruh terhadap lifestyle masyarakat, melainkan juga sistem yang ada di dunia kerja. Berbagai perusahaan melakukan penyesuaian untuk beradaptasi dengan era baru selama masa pandemi. Perusahaan juga tentu harus mengikuti untuk mematuhi peraturan yang berlaku. Berdasarkan peraturan terbaru pemerintah terkait Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) pada tanggal 21 September 2021, bahwa kini perusahaan sektor non-esensial dapat memberlakukan WFO (work from office) dengan total pegawai sebanyak 25 persen, telah menerima vaksin, dan wajib menggunakan aplikasi PeduliLindungi pada pintu akses masuk dan keluar tempat kerja.
Perubahan ini berbeda dengan PPKM yang berlaku sebelumnya, yakni perusahaan non-esensial melakukan WFH (work from home) secara 100 persen. Melalui perubahan ini, tentu membuat kita harus menyesuaikan diri dengan jadwal yang bergantian untuk bekerja di kantor ataupun di rumah. Hal tersebut bernama hybrid workforce, atau jenis gaya bekerja campuran yang terdiri dari karyawan yang bekerja secara remote (dari jarak jauh, seperti rumah) dan bekerja langsung di kantor.
Hybrid Workforce
Istilah hybrid workforce sebenarnya sudah ada jauh sebelum pandemi berlangsung dan mulai berlaku peraturan WFH ataupun WFO. Hybrid workforce sebenarnya berlaku sebagai upaya bagi perusahaan untuk memberikan kesempatan karyawan memperoleh keseimbangan kehidupan dan pekerjaan yang fleksibel. Adanya sistem ini membantu karyawan untuk menemukan lingkungan yang paling nyaman bagi mereka untuk bekerja. Apabila karyawan merasa lebih produktif dan nyaman bekerja di satu lingkungan, maka mereka dapat memilih berada di lingkungan tersebut, atau bekerja dalam kombinasi keduanya. Adapun di masa pandemi, gaya bekerja hybrid workforce terasa lebih baik. Karena Hybrid Workforce mengutamakan kesehatan, keselamatan, dan kebutuhan psikologis bagi karyawan dengan adanya ketakutan akan virus yang membahayakan.
Survei oleh Enterprise Technology Research (ETR) memperkirakan bahwa gaya bekerja hybrid workforce akan meningkat dua kali lipat hingga 2021, dan terus terpakai bahkan setelah pandemi usai . Tidak hanya itu, perusahaan-perusahaan raksasa seperti Google dan Twitter juga telah menyadari keuntungan dari hybrid workforce. Bahkan sudah mengadopsi model tersebut untuk menerapkan model bekerja yang lebih produktif bagi karyawan. Oleh karenanya, melalui artikel ini, kita akan membahas tentang apa itu hybrid workforce, bagaimana keuntungan dan tantangan yang ada, dan strategi-strategi apa yang bisa kita lakukan untuk mensukseskan model bekerja hybrid workforce di dalam perusahaan.
Bagaimana cara bekerja Hybrid Workforce?
Seperti yang sudah kita bahas sebelumnya, hybrid workforce terdiri dari sekumpulan karyawan yang memiliki struktur bekerja yang fleksibel. Dikatakan fleksibel karena beberapa dari karyawan dapat bekerja dari jarak jauh (seperti rumah), sementara karyawan lainnya bekerja langsung di kantor. Adapun hybrid workforce dapat berarti berbeda di setiap perusahaan. Misalnya, di perusahaan tertentu mungkin menerapkan hybrid workforce dengan beberapa karyawan yang bekerja di rumah dan sebagian lainnya bekerja di kantor dalam waktu yang tidak tentu.
Perusahaan lain mungkin menerapkan hal yang sama namun karyawan yang bekerja di kantor dapat berpindah lokasi di waktu tertentu. Karyawan dapat datang ke kantor sesekali, lalu menyelesaikan pekerjaan mereka dari jarak jauh. Selain itu, ada pula perusahaan yang menerapkan hybrid workforce dengan cara menjadwalkan hari-hari tertentu untuk pertemuan langsung, dan menjadwalkan hari-hari lainnya untuk kerja jarak jauh.
Keuntungan dari penerapan Hybrid Workforce
Model hybrid menjadi model bekerja yang akan banyak digunakan di masa depan. Bahkan diperkirkan masih laris diterapkan setelah masa pandemi berakhir. Berikut kami berikan beberapa alasan mengapa Anda harus menerapkan model bekerja ini di dalam perusahaan Anda!
1. Hemat biaya
Perusahaan yang menerapkan model hybrid workforce dapat lebih menghemat uang karena tidak perlu menyewa ruang kantor yang lebih besar. Selain itu, karyawan yang bekerja dari jarak jauh juga bisa menghemat biaya perjalanan dan sebagainya.
2. Meningkatkan produktivitas
Produktivitas karyawan diperkirakan lebih meningkat karena karyawan yang bekerja dari jarak jauh dapat berkonsentrasi dengan baik, dan dapat mengurangi jumlah ketidakhadiran karyawan. Seperti halnya ketika karyawan sedang flu ringan namun karena bekerja dari jarak jauh maka dia tetap dapat menyelesaikan tanggung jawab pekerjaannya. Selain itu, hal yang lebih penting adalah dengan adanya hybrid workforce maka menurunkan interaksi antar karyawan yang dapat menekan tingkat penyebaran COVID-19 dan virus berbahaya lainnya.
3. Akses calon karyawan yang lebih beragam
Perusahaan yang menerapkan model bekerja hybrid workforce dapat menjangkau calon karyawan yang lebih beragam karena memiliki pilihan untuk bekerja dari jarak jauh. Perusahaan menjadi lebih fleksibel dalam mempekerjakan karyawan baik di daerah setempat ataupun dari lokasi mana saja di dunia. Hal ini dapat mendorong perusahaan untuk mendapatkan karyawan yang berkualitas tanpa terhalang oleh lokasi tempat bekerja.
4. Mengurangi masalah dalam perusahaan
Sebagaimana sebelumnya, penerapan hybrid workforce menjadi upaya perusahaan dalam membantu karyawan mencapai keseimbangan kehidupan dan pekerjaan. Oleh karena itu, dengan memberikan pilihan untuk bekerja di kantor dan di rumah, karyawan menjadi lebih bahagia dan sehat secara fisik dan psikologis. Karyawan yang bahagia tentu membuat mereka menjadi loyal dan bertahan lebih lama di pekerjaan mereka, sehingga membantu perusahaan untuk mencapai performa maksimal.
Tantangan dari penerapan Hybrid Workforce
Meskipun digadangkan sebagai gaya bekerja baru di masa depan, tidak dipungkiri bahwa penerapan hybrid workforce masih tergolong baru dan memiliki tantangannya tersendiri. Berikut kami rangkum beberapa tantangan terbesar perusahaan dalam menerapkan hybrid workforce!
1. komunikasi
Komunikasi menjadi salah satu perhatian terbesar di dalam perusahaan. Hal ini dapat menjadi kendala saat perusahaan menerapkan model bekerja dengan karyawan sebagian WFO dan sebagian WFH. Kendala-kendala tersebut dapat muncul bahkan dari hal-hal kecil seperti saat dilakukan diskusi atau meeting rutin dengan manajer, maka karyawan yang ikut serta dalam diskusi secara virtual dapat merasa tertinggal atau tidak dipedulikan dibanding karyawan yang hadir langsung di tempat. Selain itu, kendala juga dapat muncul ketika perusahaan akan mengadakan proyek yang melibatkan semua karyawan. Mereka yang bekerja di rumah mungkin tidak bisa memperoleh kedekatan secara emosional daripada karyawan yang bekerja langsung di kantor. Oleh karenanya, karyawan tersebut mungkin menjadi lebih sulit untuk berbaur dan berinteraksi dengan yang lain, dan mengakibatkan sulitnya untuk berbagi ide atau pendapat terkait pekerjaan yang ada.
2. Perbedaan antara karyawan yang bekerja di kantor dan di rumah
Karyawan yang bekerja dari rumah bisa merasa terabaikan dari karyawan lainnya. Mereka mungkin merasa terkucilkan, dan merasa tidak bisa berinteraksi dengan nyaman. Biasanya, karyawan yang bekerja bersama-sama secara langsung di satu lokasi dapat membangun hubungan emosional yang lebih erat. Oleh karenanya, secara tidak langsung kedekatan karyawan lain yang bekerja secara tatap muka dapat membuat karyawan lain yang bekerja dari rumah merasa terisolasi. Belum lagi saat karyawan yang bekerja langsung di kantor mulai terganggu dengan kebebasan dan fleksibilitas milik karyawan yang bekerja dari jarak jauh. Hal tersebut dapat menjadi tantangan besar yang perlu diselesaikan.
3. Cyber Security
Menerapkan model bekerja hybrid secara tidak langsung berarti memanfaatkan media digital sebaik mungkin sehingga karyawan dapat mengakses pekerjaan di perusahaan dengan mudah . Tanpa sadar, hal tersebut memiliki potensi membahayakan bagi keamanan data perusahaan Anda. Berikut adalah beberapa risiko keamanan siber yang patut Anda waspadai.
Skema Phising patut waspana seseorang atau sekelompok orang dapat menipu karyawan untuk memberikan detail login atau informasi sensitif lainnya. Buruknya, hal tersebut dapat mengungkapkan data perusahaan yang bersifat rahasia.
Kata sandi lemah sering menjadi masalah ketika hendak mendaftarkan diri di suatu aplikasi, termasuk aplikasi yang berhubungan dengan perusahaan. Apabila kata sandi yang terdaftar lemah dan mudah tertebak, maka dapat menjadi celah bagi peretas untuk menulis kode dan memecahkan kata sandi tersebut. Dengan begitu, maka peretas dapat memperoleh akun karyawan dan dengan mudah mengakses informasi perusahaan yang bersifat rahasia.
Berbagi File tidak Terenkripsi juga menjadi kendala dan ancaman bagi keamanan siber. Perusahaan mungkin sudah mengekripsi data di server khusus, namun bisa saja hal tersebut tidak termasuk mengenkripsi data yang dibagikan oleh karyawan.