Ada banyak pembicaraan terkait keberagaman dan inklusi dalam dunia kerja. Di mana perusahaan sangat perlu berlaku adil terhadap seluruh kandidat yang mendaftar tanpa melihat atribut yang menempel pada kandidat seperti gender, ras, agama, warna kulit, suku bangsa dan hal lainnya. Hingga saat ini, perusahaan perlu menyingkirkan segala bentuk diskriminasi terkait beberapa atribut tertentu dalam proses perekrutan mereka. Hal tersebut tentu dikarenakan semua kandidat berhak mendapatkan perlakuan dan kesempatan yang sama untuk bekerja di perusahaan tersebut. Beberapa perekrut sudah dengan baik memperlakukan hal tersebut, namun tidak dipungkiri juga terkadang keputusan-keputusan akhir dipengaruhi oleh keputusan yang kurang objektif.
Keputusan subjektif dalam rekrutmen ini disebut dengan hiring bias. Apa itu hiring bias? Mari kita bahas dengan yang paling dasar. Hiring bias sendiri bisa terjadi ketika perekrut menerapkan preferensi pribadi tersendiri pada masing-masing kandidat yang melamar.
Bias ini dapat membuat terlewatnya kandidat yang berpotensi tinggi hanya karena keberpihakan perekrut terhadap beberapa atribut tertentu. Prasangka ini mengaburkan penilaian dengan pengambilan keputusan secara negatif. Beberapa kualifikasi besar dan sangat potensial akan tertutupi dengan preferensi tertentu dari pribadi perekrut sendiri. Pada akhirnya, hal tersebut tentunya akan menjadi hambatan dari proses rekrutmen perusahaan tersebut.
Terdapat dua tipe dalam hiring bias:
1. Conscious Hiring Bias
Pada beberapa kasus seorang perekrut menyadari bahwa mereka memang memiliki preferensi tersendiri terhadap kandidat yang melamar. Secara sadar, mereka juga menerapkan perlakuan yang berbeda dari satu kandidat dengan kandidat yang lain. Perekrut akan memperlakukan kandidat dengan sangat baik jika memang memiliki preferensi yang sama dengan preferensi pribadi perekrut. Sebaliknya jika kandidat tidak sesuai dengan preferensi pribadi perekrut, maka perekrut akan memperlakukan mereka dengan perlakuan yang tidak sesuai. Hal ini menjadi alasan juga mengapa conscious bias juga disebut explicit bias. Karena perekrut secara terang-terangan menunjukkan kesukaan ataupun ketidaksukaannya terhadap kandidat hanya karena preferensi pribadi.
2. Unconscious Hiring Bias
Unconscious Bias lebih sering menyusup ke dalam proses rekrutmen secara tidak sadar dan tidak terduga. Seperti banyak orang katakan ‘Ikuti naluri sendiri’ atau ‘Sesuai sama intuisi sendiri’. Maka dari itu, referensi pribadi akan menyamar menjadi sebuah intuisi atau naluri. Hingga akhirnya perekrut mengabaikan beberapa pertimbangan besar yang sangat potensial dari kandidat. Keyakinan-keyakinan ini muncul bisa berdasarkan dari stereotip atau bahkan berdasarkan pengalaman masa lalu pribadi perekrut sendiri. Hal sulit dari bias ini adalah, bias ini sangat sulit teridentifikasi karena biasa tertanam dalam diri perekrut sendiri.
Bias akan sangat sering terjadi pada proses rekrutmen tidak memandang metode apa yang dipakai saat rekrutmen. Seperti yang sudah disebutkan di atas, bias terbagi menjadi dua kategori umum. Bukan hanya dua, bias juga bisa saja muncul dalam berbagai bentuk. Berikut macam-macam bias yang sudah terjadi atau bisa saja terjadi dalam proses rekrutmen perusahaan:
1. Confirmation bias
Beberapa kali perekrut merasa overconfident dengan kemampuannya untuk memilih kandidat terbaik dalam rekrutmen. Dengan sadar ataupun tanpa sadar perekrutjuga membentuk pendapat yang berbeda dengan kelompok lainnya dan melihat hal ini sebagai gagasan ‘aturan mayoritas’. Di mana sekelompok orang membentuk satu gagasan yang di paksa bertahan bahkan ketika tidak semua orang setuju dengan ide tersebut.
2. Race and ethnicity bias
Bias ini menjadi bias yang lumayan sering terjadi di setiap rekrutmen. Apalagi, Indonesia tersendiri terdiri atas banyak ras dan etnis yang tersebar. Beberapa ras atau etnis memiliki ‘cerita’ tersendiri yang pada akhirnya menjadi sebuah bias tersendiri saat rekrutmen, atau dapat terjadi ketika ras atau etnis tertentu menjadi mayoritas pada sebuah perusahaan.
3. Gender bias
Gender sudah menjadi pembicaraan panjang dalam lingkup pekerjaan, mengenai kesetaraan gender hingga kini bias dalam rekrutmen. Harvard Business Review mengumpamakan dalam artikelnya ketika terdapat satu kandidat wanita melawan tiga kandidat laki-laki lainnya, kandidat wanita akan dengan sangat pasti memiliki 0% kesempatan untuk dipekerjakan. Bahkan 74% wanita dengan pekerjaan komputasi mengatakan bahwa mereka mengalami diskriminasi dalam pekerjaannya.
4. Religion bias
Agama menjadi pembahasan yang tak akan lekang oleh waktu dan juga sensitif bagi segelintir orang. Religion bias ini bisa menjadi salah satu bias yang memiliki efek sensitif bagi sebagian orang, agama seharusnya bukan menjadi salah satu faktor dalam keputusan rekrutmen, karena tidak pernah ada yang salah dari perbedaan keyakinan. Kecuali jika memang perusahaan sedang mencari pekerjaan khusus untuk agama tertentu seperti guru agama di sekolah atau rohaniawan.
5. Beauty bias
Standar kecantikan ataupun ketampanan masyarakat juga ikut andil ketika seorang perekrut mempercayai bahwa penampilan seseorang akan mempengaruhi performa kerja mereka. Orang yang menarik akan cenderung lebih mudah untuk mendapatkan kerja dan promosi daripada orang yang tidak menarik, meskipun bukan menjadi kandidat terbaik dalam posisi yang bersangkutan. Sebanyak 93% para karyawan pun mengatakan bahwa penampilan menjadi hal yang sangat penting dalam kesuksesan karier ataupun bisnis.
6. Halo effect
Halo effect muncul ketika seorang perekrut bias hanya karena hal positif yang tidak ada sangkut pautnya dengan kemampuan dan potensi yang kandidat terkait. Terkadang, perekrut pada bias ini cenderung mengabaikan ‘red flags’ dan terlalu fous pada hal positif tersebut hingga satu kandidat tersebut terlihat sangat spesial.
7. Affinity bias
Bias ini terjadi ketika perekrut mengidentifikasi kandidat dengan sifat yang serupa ataupun disukai oleh perekrut, sehingga perekrut menunjukkan perlakuan yang berbeda antar kandidat satu dengan kandidat lainnya. Bisa saja, ketika perekrut merasa senang dengan sifat seorang kandidat, dia akan memperlakukannya dengan halus. Namun sebaliknya jika sifat yang muncul tidak sesuai dengan preferensi pribadi perekrut, maka tak jarang perekrut memperlakukan kandidat dengan ketus dan kasar.
8. Expectation anchor
Bias ini terjadi ketika perekrut sudah sangat yakin di awal bahwa kandidat tertentu sangat tepat untuk suatu pekerjaan. hingga perekrut tersebut tidak mempertimbangkan kandidat lain meskipun interview masih berlangsung. Rekrutmen sudah kepalang berekspektasi baik dan sangat tinggi sejak awal dilakukannya rekrutmen dan akan berbahaya jika memang perekrut tidak kembali mempertimbangkannya melihat kemampuan serta potensi dalam posisi yang di cari.
Hiring bias dapat terjadi pada setiap proses rekrutmen, terlepas dari metode rekrutmen yang dilakukan. Bukan hanya pada saat melakukan job offer tapi bisa terjadi sejak awal dilakukannya rekrutmen. Misalnya, ketika perekrut baru saja menyaring kandidat melalui resume atau CV kandidat. Nama-nama tertentu bisa saja merujuk pada suatu ras atau etnis tertentu dan juga beberapa informasi lainnya seperti jenis kelamin, usia bahkan hingga ketika melihat foto yang terlihat pada resume.
Para perekrut bisa melakukan beberapa hal berikut sebagai usaha dalam mengurangi bias baik secara sadar ataupun tidak sadar dalam proses rekrutmen:
1. Identifikasi potensi bias dalam setiap proses rekrutmen
Dalam proses identifikasi potensi bias, perekrut perlu melihat dan memahami setiap langkah dari siklus perekrutan mulai dari penyebaran informasi rekrutmen hingga penawaran pekerjaan pada kandidat terpilih. Matt Adler seorang HR thought leader dan dan kurator dalam podcast nya The Recruiting Future Podcast mengatakan bahwa para perekrut perlu memantau seluruh proses rekrutmen secara berkelanjutan, mengumpulkan data dari dalam proses rekrutmen ataupun berasal dari luar perusahaan (seperti review perusahaan di beberapa website reviewer seperti Glassdoor, indeed dan situs pekerjaan lainnya), hingga pada akhirnya menemukan dengan tepat pokok masalahnya.
2. Blind Hiring
Perekrut juga dapat melakukan blind hiring sebagai salah satu usaha perekrut dalam mengurangi bias dalam proses rekrutmen. Melakukan screening dalam blind hiring bukan dengan filter melalui resume tapi melalui ketentuan asesmen-asesmen perusahaan. Para kandidat bisa saja menghapus seluruh data pribadi seperti nama, tanggal dan tempat lahir, alamat, hingga latar belakang pendidikan. Melalui blind hiring, para rekruter akan menilai kandidat secara pure dengan tes yang sesuai dengan skill mereka dan juga asesmen perusahaan.
3. Melakukan filter dengan menggunakan Artificial Intelligence
Meningkatkan keberagaman dan mengurangi bias memang menjadi dua tantangan terberat yang dihadapi oleh perekrut saat ini. Menurut studi yang baru dilakukan oleh Modern Hire 85% perekrut merasa terbebani untuk bisa mengambil kandidat dengan latar belakang yang lebih beragam bukan hanya perbedaan gender ataupun ras dan etnisitas kandidat. Para perekrut merasa bahwa meluaskan kategori untuk kandidat yang dicari akan lebih menghabiskan waktu dan masih adanya peluang untuk terjadinya unconscious bias pada beberapa proses rekrutmen.
Maka dari itu, berdasarkan hasil penelitian yang sama oleh Modern Hire lebih dari 50% perekrut merasa bahwa AI dapat menurunkan bias dalam rekrutmen. Bahkan, diantara para jobseeker mengatakan bahwa 56% merasa yakin bahwa merekrut dengan AI akan mengurangi bias dibandingkan rekrutmen dengan manusia. 49% lainnya percaya bahwa rekrutmen menggunakan AI akan meningkatkan kesempatan mereka untuk direkrut. Bagaimana AI mampu merekrut dengan baik dibandingkan cara manual sebelumnya? Rekrutmen menggunakan AI membuat sebuah konsistensi dengan administrasi aspek rekrutmen secara otomatis dan mengaktifkan tinjauan yang netral tanpa memihak kandidat tertentu.
Para perekrut sangat perlu aware dengan masalah ini untuk meningkatkan kemampuan evaluasi tiap skill dan potensi masing-masing kandidat pada rekrutmen. Dibandingkan dengan mengutamakan asumsi, insting, preferensi hingga naluri subjektif semata. Dengan adanya kesadaran atas terjadinya bias-bias ini, para perekrut atau bahkan yang nantinya ingin menjadi bagian dari HR bisa menyadari adanya fenomena ini dan belajar untuk bisa lebih objektif pada setiap rekrutmen.
Untuk mengurangi bias dalam segala bentuk rekrutmen, aikrut hadir untuk perusahaan Anda.
Demi mengurangi bias dari proses rekrutmen, aikrut menghadirkan pengalaman rekrutmen yang akan secara penuh dibantu dengan teknologi artificial intelligence. Membantu Anda untuk melakukan rekrutmen lebih cepat, singkat, dan juga tidak terdapat bias di dalamnya. Segera daftarkan perusahaan Anda dan dapatkan uji coba selama 30 hari gratis seluruh akses untuk perusahaan Anda. Nikmati pengalaman rekrutmen mudah dengan aikrut!
Sumber: