Memiliki karyawan dengan latar belakang beragam merupakan salah satu hal yang ingin diwujudkan perusahaan. Namun, untuk mewujudkan hal tersebut bukanlah sesuatu hal mudah. Bias dalam proses recruitment menjadi salah satu faktor penghambatnya. Terkadang recruiter tidak menyadari telah melakukan bias selama proses seleksi. Bias membuat perekrut membatasi pilihan kandidat selama proses perekrutan.
Bias umum yang ditemui dalam perekrutan adalah bias gender, namun dalam lingkungan kerja banyak ditemui biasa lainnya yang sering kali tidak disadari. Hal ini merugikan kandidat, perekrut dan perusahaan itu sendiri. Bias menghambat terwujudnya keberagaman, proses perekrutan, promosi dan tingkat retensi di perusahaan. Oleh karena itu, bias di perusahaan harus bisa diminimalisir dan dihilangkan. Perusahaan bisa mengatasinya dengan meningkatkan pengetahuan perekrut melalui penyelenggaraan pelatihan.
Contoh Bias dalam Proses Rekrutmen
Beberapa bias yang mungkin mempengaruhi keputusan perekrut adalah sebagai berikut:
1. Konfirmasi
Bias ini timbul karena perekrut hanya percaya pada informasi yang diterimanya dan mengabaikan saran atau informasi lainnya. Bias konfirmasi juga terjadi karena recruiter hanya terfokus pada kesan pertama yang ditampilkan kandidat, seperti dari resume atau penampilannya dan mengabaikan informasi negatif yang muncul setelahnya. Hal ini mengindikasikan recruiter membangun pandangannya dari satu detail.
2. Kesamaan
Rekruter harus menghindari untuk memilih kandidat yang menampilkan kesan “mini-me”, pilihan ini bisa menjadi salah satu bias dalam proses rekrutmen. Perekrut rentan terjebak dalam bias ini, karena pelamar melampirkan resume dengan karakteristik yang mirip dengan diri recruiter. Hal ini tidak disarankan untuk dilakukan karena setiap posisi pekerjaan membutuhkan kompetensi yang berbeda. Hal ini akan menghambat berkembangnya keberagaman di perusahaan.
3. Efek Halo
Keputusan perekrut menjadi bias karena persepsi yang dimilikinya terhadap seorang kandidat. Dimana, rekruter berpendapat karena pelamar mempunyai kemampuan A maka mereka juga akan menguasai bidang B, C, dan D, tanpa mencari tahu lebih detail terlebih dahulu. Kesimpulan ini menjadi bias, karena recruiter membuat penilaian dari satu informasi dan talent belum tentu memiliki kemampuan yang diharapkan recruiter.
4. Intuisi
Terkadang manusia bisa terbantu oleh intuisi yang dimilikinya. Namun, menerapkan intuisi selama proses perekrutan bukanlah sesuatu yang bijak. Dimana akan menghasilkan keputusan yang bersifat bias. Keputusan tersebut bersifat subjektif dan tidak valid. Intuisi yang dimiliki oleh masing-masing perekrut juga berbeda, sehingga keputusan yang dihasilkan tidak bisa distandarisasi dan membuat proses perekrutan tidak konsisten. Karena menggunakan emosi, fokus recruiter terhadap background pendidikan, keahlian, pengalaman dan potensi kandidat akan teralihkan.
5. Afinitas
Rekruter mengidentifikasi kandidat berdasarkan pada kesamaan sikap dan perilaku yang ditunjukkannya. Hal ini membuat recruiter memiliki kecenderungan untuk menunjukkan sifat yang lebih hangat terhadap mereka selama proses wawancara dan akan berbicara lebih baik tentang kandidat tersebut setelahnya. Tindakan recruiter seperti ini muncul karena penilaian secara subjektif, hal ini bisa saja melukai perasaan kandidat lain yang mempunyai kepribadian berbeda dari recruiter. Tidak jarang hal seperti ini menghasilkan keputusan bias.
6. Proyeksi
Bias ini terjadi karena recruiter memiliki keyakinan jika kandidat mempunyai tujuan, pandangan, persepsi dan hal lain yang sama dengan recruiter. Sehingga, perekrut berfikir jika kandidat tersebut cocok dan sesuai dengan budaya perusahaan. Tetapi, pelamar mempunyai tujuan dan prioritas masing-masing, dan belum tentu tujuan mereka sama dengan perekrut. Jadi memiliki pikiran seperti ini bisa menjadi penyebab kebingungan dan kekecewaan di kemudian hari.
7. Keputusan diambil berdasarkan perasaan
Melibatkan emosi dalam pembuatan keputusan perekrutan akan menimbulkan bias. Terkadang perekrut membandingkan resume masing-masing kandidat. Rekruter akan menetapkan CV atau resume berkinerja tinggi sebagai standar yang harus diikuti kandidat lain dalam proses seleksi. Namun, harus disadari jika standar yang dimiliki masing-masing recruiter bisa saja berbeda, dan hal ini yang menyebabkan bias dalam pengambilan keputusan.
8. Horns Effect
Horns effect adalah kebalikan dari efek halo, dimana rekruter melihat satu keburukan dari kandidat dan mengaburkan penilaiannya terhadap kompetensi lain yang dimiliki kandidat. Salah satu contohnya adalah, rekruter merasa terganggu dengan pelamar yang berbicara lambat atau gestur tubuh yang ditampilkan kandidat ketika berbicara. Karena ketidaknyamanan itu, perekrut tidak fokus kepada hal besar lain yang dimiliki kandidat. Hal yang perlu diingat jika satu kesalahan tidak bisa dijadikan cerminan kemampuan dan kepribadian kandidat.
Cara Mengurangi Bias dalam Proses Rekrutmen
Beberapa hal diatas adalah bias yang mungkin saja muncul selama tahapan perekrutan. Berusaha untuk meminimalisir bias yang terjadi harus dilakukan agar mendapatkan kandidat yang sesuai. Hal-hal berikut bisa diterapkan untuk menghindari bias dalam proses seleksi karyawan:
1. Berusaha untuk mengerti
Bohnet selaku Direktur Women and Public Policy Program di Harvard Kennedy School menjelaskan jika manajer harus mempunyai pikiran yang luas mengenai cara penyederhanaan dan menetapkan standar dalam proses perekrutan. Hal tersebut bisa terwujud jika perekrut memahami apa itu prasangka perekrutan dan bagaimana cara penerapannya. Manajemen bisa membantu mengembangkan pemahaman ini dengan memberikan pelatihan mengenai topik tersebut kepada recruiter. Francesca Gino selaku Profesor di Harvard Business School menjelaskan jika pelatihan kesadaran adalah langkah utama untuk mengurangi bias yang tidak disadari, karena memungkinkan perekrut untuk memahami bahwa setiap orang memiliki kemampuan dan karakteristik tertentu dan mengidentifikasi kesesuaiannya dengan posisi yang dilamar.
2. Memaparkan Deskripsi Pekerjaan yang Tepat
Pemilihan kata yang digunakan dalam mendeskripsikan pekerjaan pada sebuah lamaran pekerjaan juga mempengaruhi keberagaman. Hasil penelitian yang dijabarkan dalam artikel Harvard Business Review menjelaskan jika kara “kompetitif” dan “bertekad” dalam deskripsi pekerjaan menimbulkan persepsi pada kandidat wanita jika mereka tidak akan masuk dalam lingkungan kerja. Sedangkan kata “kolaboratif” dan “kooperatif” memberikan kecenderungan untuk menarik lebih banyak wanita daripada pria. Kata-kata yang tidak tepat akan menimbulkan bias gender dalam perekrutan. Jadi sebaiknya perekrut menggunakan bahasa yang tepat untuk menghindari bias tersebut seperti kata “build” atau “create”.
3. Tidak Berfokus hanya Pada Resume Terlampir
Perekrut harus berfokus pada kemampuan dan kualifikasi yang dimiliki oleh kandidat bukan berfokus pada karakteristik demografis yang ditampilkan pada resumenya. Hal ini memberikan kesempatan pada semua kandidat untuk berpartisipasi aktif dalam tahapan rekrutmen.
4. Memberikan Tes Kerja
Menyediakan tes kerja yang sesuai dengan indikator kinerja pekerjaan bisa mengurangi bias dalam perekrutan. Bohnet berpendapat jika membandingkan nilai yang didapatkan kandidat A dan B setelah menyelesaikan tugas yang berhubungan dengan pekerjaan akan membantu perekrut memilih pelamar yang tepat.
5. Standarisasi Wawancara
Menyusun standar kelulusan dalam setiap tahapan seleksi termasuk wawancara akan membantu mengurangi bias perekrutan. Perekrut bisa menyusun pertanyaan terstruktur untuk setiap kandidat, agar meminimalkan bias dan rekruter bisa berfokus pada faktor-faktor yang berdampak langsung pada kinerja karyawan, berdasarkan jawaban yang disampaikan dalam sesi wawancara.
Bias dalam perekrutan juga bisa diatasi dengan penerapan Artificial Intelligence dalam setiap tahapan seleksi karyawan.