Pro dan Kontra Job Hopping

Job Hopper atau orang yang melakukan job hopping sering berhubungan dengan generasi milenial dan generasi Z. Sebagian orang menganggap aktivitas ini merupakan cara cepat untuk menemukan peluang karir yang lebih baik lagi, sedangkan sebagian lainnya berpendapat jika job hopping berpengaruh negatif terhadap kinerja dan karir mereka.

Lantas pandangan tepat tentang job hopping, manakah yang benar ? Simak lebih lanjut mengenai topik tersebut di bawah ini.

Apa itu job hopping ?

Job hopping adalah kebiasaan seseorang untuk berpindah kerja dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya dalam durasi waktu singkat dan terjadi dalam frekuensi yang sering, alasan kepindahan bukan karena PHK ataupun keputusan perusahaan. Job hopper memilih berpindah kerja karena alasan tersendiri.

Belum terdapat kriteria pasti pasti dari job hopping, namun secara umum orang-orang mengkategorikan seseorang sebagai job hopper jika mereka berpindah pekerjaan dalam kurun waktu kurang dari satu atau dua tahun secara sering karena kemauannya sendiri.

Generasi milenial dan gen Z dikenal menghabiskan waktu yang jauh lebih singkat dalam suatu pekerjaan jika dibandingkan dengan generasi yang lebih tua. Hasil survey yang dilakukan CareerBuilder menunjukkan jika waktu ideal pekerjaan gen Z adalah 2 tahun 3 bulan, sedangkan untuk milenial adalah 2 tahun 9 bulan. Untuk generasi Z mereka rata-rata bekerja selama 5 tahun 2 bulan, dan baby boomer bertahan dalam suatu pekerjaan selama 8 tahun 3 bulan.

Berdasarkan pada hasil study IBM’s Institute for Business Value menyimpulkan jika 1 dari 4 karyawan melakukan perpindahan pekerjaan pada tahun ini, angka ini mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun lalu. 1 dari 5 karyawan yang melakukan job hopping terkonfirmasi 33% adalah gen Z sedangkan 25% lainnya adalah milenial. Sedangkan Gallup mengidentifikasi jika milenial adalah generasi yang lebih sering melakukan job hopping dimana 6 dari 10 milenial mencari kesempatan karir baru.

Alasan Milenial Melakukan Job Hopping adalah

Untuk Indonesia sendiri menurut hasil survey Deloitte pada 10.000 milenial menunjukkan bahwa 43% dari responden berencana meninggalkan pekerjaan mereka dalam waktu 2 tahun. Gallup mengidentifikasi alasan milineal melakukan hal tersebut adalah:

Mencari kesempatan untuk tumbuh dan belajar

59% pekerja milenial beranggapan jika kesempatan untuk mengembangkan diri dalam suatu pekerjaan adalah hal penting ketika mereka mencari kerja. Apabila mereka beranggapan dalam pekerjaan sekarang tidak memiliki peluang untuk tumbuh dan belajar maka mereka tidak ragu untuk pindah kerja.

Kualitas Manajemen

58% milenial lainnya berpendapat jika kualitas manajer sangat penting ketika melamar pekerjaan baru. Pekerjaan merupakan bagian dari hidup mereka, ketika mereka menemukan manajer yang buruk dalam pekerjaannya hal ini menjadi alasan tepat bagi mereka untuk berpindah kantor.

Sense of purpose

Tujuan dan keunikan dari perusahaan juga menjadi alasan bagi milenial untuk bertahan dalam suatu pekerjaan. 30% milenial mengaku hanya akan bertahan di suatu pekerjaan setidaknya satu tahun lagi ketika visi, misi dan tujuan perusahaan sekarang tidak memiliki kejelasan.

Peluang naik gaji

Penawaran gaji yang lebih baik di tempat lain menjadi alasan milenial untuk berpindah kantor.

Job hopping yang dilakukan generasi milenial tidak bisa terlepas dari pro dan kontra didalamnya.

Alasan Pro Job Hopping

1.   Belajar Skill dan Keterampilan Baru

Manfaat dari job hopping adalah memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengembangkan berbagai keterampilan. Perubahan lingkungan kerja secara teratur akan meningkatkan dan mendiversifikasi pengetahuan serta mempertajam keterampilan yang dimiliki. Hal ini membantu mereka untuk bergerak mengikuti perkembangan di industri.

2.   Keluar dari zona nyaman

Keluar dari zona nyaman membuat Anda lebih mengekspos diri, berkenalan dengan berbagai gaya kepemimpinan dan kepribadian yang berbeda. Hal ini membantu Anda berkembang dan bersaing dalam industri.

3.   Meningkatkan gaji lebih cepat

Fast company menjelaskan jika job hopping membuat karyawan memiliki kurva belajar yang lebih tinggi dan memiliki kecenderungan untuk dibayar lebih tinggi. Cameron Keng juga menjelaskan ketika karyawan bekerja untuk sebuah perusahaan selama lebih dari dua tahun maka mereka memiliki kemungkinan mendapatkan penghasilan lebih sedikit selama karir mereka sekitar 50%.

Tinggal dan bertahan pada perusahaan yang sama untuk waktu lama akan membatasi kemungkinan kenaikan gaji regular, terutama ketika bisnis mengalami peningkatan biaya overhead atau kesenjangan yang signifikan dengan evaluasi kinerja.

4.   Membangun jaringan yang lebih luas

Ketika Anda meninggalkan pekerjaan lama dengan cara yang tepat dan menjalin hubungan baik di tempat baru, maka Anda memiliki kesempatan luas memiliki jaringan kerja profesional yang luas.

5.   Tidak mudah bosan

Bosan menjadi hal yang tidak terhindarkan ketika Anda berada dalam suatu pekerjaan yang sama dalam waktu lama. Job hopping dinilai mampu mempertahankan semangat kerja yang Anda miliki. Hal ini karena selama proses tersebut Anda merasa waspada dan memiliki keinginan untuk mempelajari berbagai keterampilan agar bisa bersaing di bursa pencari kerja.

Alasan Kontra (Menolak) Job Hopping

Tidak hanya menyetujui job hopping, sebagian orang berpendapat jika aktivitas tersebut memberikan dampak negatif, maka hal tersebut ditolak untuk dijalankan. Beberapa alasan kontra adalah:

1.   Perekrut Meragukan Karyawan

Proses perekrutan membutuhkan waktu dan biaya tinggi, sebagian besar perekrut akan menggugurkan kandidat yang dinilai tidak bisa bertahan setidaknya selama 18 bulan dalam perusahaan. Job hopper dinilai sebagai seseorang yang kurang fokus, amdal, tidak terarah dan memiliki etos kerja yang tidak kuat. Jika perekrut berpendapat bahwa job hopper berpindah karena alasan keuangan, maka mereka akan enggan untuk berinvestasi waktu dan uang terhadap karyawan tersebut, karena mereka memiliki kemungkinan untuk pergi dengan mudah jika mendapatkan kesempatan yang lebih baik.

2.   Melemahkan CV

Job hopper berpindah dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain dalam waktu singkat, sehingga mereka memiliki sedikit kesempatan untuk mencapai prestasi penting dalam bekerja. Walaupun memiliki pengalaman kerja di banyak tempat tapi tidak satupun prestasi kerja terlampir pada CV maka perekrut menilai bahwa resume tersebut lemah.

3.   Tidak memiliki pengetahuan mendalam terhadap suatu bidang

Waktu singkat dalam suatu pekerjaan membuat Anda tidak memiliki pengetahuan dan keahlian mendalam, karena keterbatas waktu belajar yang Anda miliki.

4.   Memulai sesuatu dari awal

Ketika berpindah pada lingkungan baru, maka Anda dituntut untuk belajar dan mengenal segala sesuatu dari awal. Pengenalan tersebut membutuhkan waktu dan kesabaran. Hal ini juga menyebabkan Anda kehilangan kesempatan jenjang karir yang biasanya diberikan perusahaan pada karyawan yang sudah lama bekerja pada bidang tersebut.

Setiap tindakan akan dihadapkan dengan pro dan kontra, maka Anda harus memutuskan dengan bijak ketika mengambil keputusan untuk melakukan job hopping.

Tentang Penulis

Defka Yuliani